Senin, 17 November 2008

Imunisasi?? Harus itu

Tman2 tau kan iklan LIL-lima imunisasi dasar lengkap.. Ini mbwt qt btanya Knapa si bayi itu hrus imunisasi? Sbnarnya imunisasi tdk hanya tk anak tp dwasa jg. Tp y dta tlis kali ni khususon tk anak sja.Kpan2 dh imunisasi dwasa nya. Imunisasi itu penting krna bayi y kelihatan sehat blum tentu kebal thadap pnykit bbhaya,dmana pd masa awal khdpan na byi sgat rentan dgn pnyakit saluran pernafasan akut,polio,krusakan hati,tetanus,campak dll y memiliki resiko kmatian y tinggi,ataupun akn menyebabkan derita fisik dn mental y bkepanjangan dn bhkan bsa menimbulkan cacat.. So pberian imunisasi dasar lengkap bguna untk mbri plindungan menyeluruh thdp pnykt tsb dmana tubuh bayi dirangsang untk memiliki kekebalan shga tubuhnya mampu btahan melawan serangan penyakit berbahaya.. TAPI.. Kdg2 byi ada y demam stlah imunisasi, itu krna tiap bayi memiliki daya tahan berbeda,utk imunisasi jenis tertentu (DPT/HB) Kdgang2 si emg diikuti demam. Klo itu tjadi,jgan panik yo..Krna demam akn turun dlm wktu tdak lama. Jk demam pakaikan pakaian tipis,bri obat pnurun panas,kompres dgn air hangat. Jk dmam nya mkn brat.Bwa ke puskesmas.Oce? Udhan dulu dh.

10 komentar:

Anonim mengatakan...

Ass, anaa ikhwah mabda'iy, anaa baca komentar ukhtii tentang imunisasi, anaa mau tanya,
1. Ukhtii paham fakta tentang Imunisasi (baca : vaksinasi)yang digalakan oleh pemerintah saat ini ?
2. Ukhtii paham persepektif Islam tentang vaksin-antibiotik tsb ?
Mari kita kaji ulang, persepektif Islamnya...
08179296234

Anonim mengatakan...

08179296234
Mu'allim Thibbun Nabawiy di kampus Bandung

dunia tata mengatakan...

Insaallah sya paham.

Anonim mengatakan...

www.rumi-moslem.blogspot.com

IMUNISASI BUKAN VAKSINASI !
Kita semua mungkin berpandangan bahwa 'imunisasi' (baca : vaksinasi) adalah barang wajib. Bukan orang tua yang baik kalau tidak mengimunisasi anak secara lengkap. Selama ini masyarakat hanya mendapat informasi dari satu sisi yang cenderung sangat positif. Di awal, saya sengaja menulis kata imunisasi dalam tanda kutip, untuk menegaskan perbedaan mendasar antara imunisasi dengan vaksinasi. Imunisasi adalah upaya merangsang penguatana system imunitas (kekebalan) tubuh. Sementara vaksinasi hanyalah salah satu usaha melakukan imunisasi dengan cara memasukan vaksn (kuman penyakit yang sudah dilemahkan) ke dalam tubuh. Sebuah majalah terbit komunitas muslim di Amerika, Al Jumuah volume 14 mengupas masalah imunitas dari sudut pandang yang berbeda yang ditulis Dr. Aisha Hamdan. Segala hal positif yang selama ini dipahami masyarakat tentang imunisasi, dinyatakan Aisha adalah mitos. Aisha mengemukakan pandangannya itu dengan banyak data dan kasus. Australia termauk Negara yang tidak mewajibkan warganya imunisasi. Hanya setengah warga Australia yang mau menerima imunisasi, Kemungkinan sakit kelompok uyan menerima imunisasi dengan kelompok yang menolak imunisasi di tempat yang sama, tidak berbeda. Dalam kasus dipteri meski imunisasi berjalan, kasus dipteri di Prancis naik 30 persen, di Hungaria naik 55 persen, bahkan di Jenewa (Swiss), naik hingga tiga kali lipat. Belum lagi imunisasi pertusis (batuk rejan). Tingkat efektivitas imunisasi tersebut hanya 50 persen. Kasus yang terjadi di Kansas (Amerika) menunjukan 90 persen penderita batuk rejan adalah orang yang sudah diimunisasi pertusis. Sebuah lembaga pengembangan sains di Inggris mencatat bahwa penyakit anak di Negara tersebut bisa mencapai 90 persen pada periode 1850-1940. Ini terjadi jauh sebelum imunisasi dikenalkan secara massal. Singkatnya imunisasi bukan perangkat yang lengkap untuk mengamankan anak balita. Sebaliknya, program tersebut justru menjadi bahaya tersendiri bagi balita. Pada tahun 1986, Kongres Amerika membuat The National Childhood Vaccine Injury Act (Peraturan untuk anak-anak korban imunisasi). Laporan itu diyakini belum mencerminkan kondisi nyata di negeri Paman Sam itu, Estimasi lapangan menyatakan bahwa sebenarnya, anak yang menjadi korban imunisasi bisa mencapai 120 ribu pertahun. Aturan soal imunisasi yang dibuat kongres mewajibkan Negara untuk membayar 25o ribu dolar AS kepada keluarga yang bayinya meninggal kerena pengaruh imunisasi. Sedangkan bayi yang mengalami gangguan otak karena imunisasi , harus dikompensasi dengan uang jutaaan dolar AS. Pada 1997 dilaporkan Al Jumuah,lebih dari 802 juta dollar AS dana yang harus diberikan kepada para korban imunisasi bisa mencapai 1,7 miliar dolar. Lebih berbahaya lagi, ternyata dalam vaksin yang disuntikkan melalui imnisasi terkandung bahan-bahan kimia yang dampaknya bisa berbahaya, Pada dasarnya vaksn mengandung virus dan bakteri mati, komponen-komponen kuman, ekstrak racun atau organisme hidup yang keganasanyya telah dilemahkan. Untuk merangsang reaksi imun yang kuat terhadap organisme-organisme tersebut, pabrik obat menambahkan bahan-bahan perangsang kekebalan seperti squalene, alumunium, lipopolysachararide dll. yang disebut sebagai immune adjuvants. Kombinasi dari adjuvant dengan orgasnisme yang bersangkutan memicu suatu respons imun (kekebalan) oleh tubuh, mirip seperti yang terjadi pada infeksi alami, kecuali satu perbedaan besar. Yaitu hampir tidak ada penyakit-penyakit tersebutt memasuki tubuh melalui injeksi. Umumnya masuk melalui selaput lender hidung, mulut, saluran napas, atau saluran cerna. Akibatnya , suntikan vaksin justru menghasilkan system imun yang abnormal. Celakanya lagi, immune adjuvants ini menimbulkan stimulasi dalam kurun waktu yang panjang, yang justru berpotensi menimbulkan kerusakan sel-sel tubuh. Belum lagi sampai saat ini bahan-bahan vaksin maupun proses produksinya belum bisa dijamin kehalalannya. Seperti dilansir majalah Suara Hidayatullah edisi September 2007 , seluruh vaksin yang beredar di dunia saat ini , termasuk vaksin miningtis yang diberikan kepada seliruh jemaah haji, menggunakan bahan haram dalam pembuatannya. Diantaranya enzim babi, ginjal kera, ginjal babi, hingga janin bayi hasil aborsi. (Masya Allah..) Direktur Pemasaran PT Bio Farma, pabrik vaksin terbesar di Indonesia, Sarimuddin Sulaeman mengatakan, Bio Farma sebenarnya telah mengusahakan pengganti tripsin babi sejak tahun 2006. Namun penelitian ini memakan waktu setidaknya tiga tahun, hingga untuk sementara tripsin tersebut masih tetap digunakan. Imunisasi Ala islam Islam telah mengajarkan agar ibu-ibu menyusui bayinya hingga 2 tahun penuh (Al Baqarah:233). Penelitian modern telah membuktikan bahwa ASI adalah makanan terbaik di dunia. Kandungan gizi di dalamnya sangat efektif untuk membantu tubuh membangun system imun yang optimal. Departemen Kesehatan Amerika Serikat menganjurkan ibu-ibu untuk memberikan ASI eksklisif hingga 6 bulan, sementara di Indonesia sendiri dianjurlan serupa hanya untuk 4 bulan, Rasulullah saw juga biasa melakukan tahnik pada bayi. Tahnik adalah mengunyah makanan hingga halus, biasa kurma, kemudian disuapkan kepada bayi,, Ini dijelaskan dalam hadits Bukhari-Muslim. Orang sering salah interpretasi mengenai tahnik ini, bahkan dicurigai sebagai sarana penularan penyakit dari orang tua kepada anak. Padahal ini justru sebuah upaya memperkenalkan bayi pada berbagai potensi penyakit dari luar. Betul bahwa orang tua sang bayi mungkin mengidap berbagai macam penyakit. Dan jangan lupa bahwa air liur juga bagian dari system imun kita. Nah, informasi (database) penyakit dalam air liur orang tua bersama kuman-kuman yang tentunya juga sudah lemah karena bercampur dengan air liur itulah yang masuk ke tubuh sang bayi melalui mekanisme alamiah (bukan suntikan). Dan ini memberikan stimulasi bagi tubuh bayi untuk mengupdate system imunnya. Bekam sebagai Imunisasi Alamiah Rasulullah telah mengajarkan bahwa salah satu dari tiga kunci kesehatan (asy Syifa’) adalah konsiste melakukan hijamah/ bekam. Menarik untuk dikaji, bahwa ternyata mekanisme kerja bekam sangat mirip dengan vaksinasi, dengan meninggalkan segala efek negatifnya. Bekam sebenarnya adalah usaha membuat kerusakan mikrosirkulasi yang disengaja. Tubuh akan berespon dengan mengawali munculnya peningkatan aktivitas system imun, baik yang berupa cairan (humoral) maupun yang berupa sel (seluler). Dengan perantara kimiawi seperi interleukin 1 dan 6 serta TNF alfa, system imun akan bekerja dan mempergiat proses perondaan, sehingga secara otomatis akan terjadi optimalisasi system imun. Berbeda dengan vaksinasi, imunisasi melaui bekam ini lebih universal, tidak spesifik pada satu atau beberapa penyakit saja. Artinya sekali melakukan bekam, imunitas akan dihasilkan untuk semua jenis penyakit. Meski imunitas spesifik juga dapat dihasilkan jika bekam dilakukan pada kondisi tertentu. Jika proses bekam ini dilakukan pada saat seseorang terkena atau terinfeksi virus, maka proses imun spesifik terhadap virus ini akan bekerja dengan lebih optimal. Jika seseorang menderita penyakit kanker. Maka system imun seluler yang bertugas untuk mengeliminir atau memusnahkan sel-sel kanker yang ganas akan bekerja pula dengan optimal. Jika proses bekam dilakukan pada seorang penderita penyakit jantung koroner, maka adanya faktor anti penggumpalan keping darah (trombosit) akan mengurangi resiko terjadinya penyumbatan pembuluh darah koroner. Menariknya lagi, stimulasi imunitas yang dihasilkan melalui mekanisme bekam bersifat temporer atau sementara. Ini sangat bermanfaat untuk mencegah hiperimunitas yang berpotensi menimbulkan kerusakan berlebihan pada sel-sel tubuh, seperti yang banyak terjadi “imunisasi” konvensional. Namun, hal ini juga menjadikan efektifitas bekam akan berkurang bila tidak dilakukan secara rutin. Oleh karenanya, Rasulullah pun menganjurkan agar bekam ini dilakukan sebulan sekali utnuk pencegahan berbagai macam penyakit. Apalagi jika didukung dengan konsumsi madu serta herbal-herbal berkhasiat obat yang juga banyak disabdakan Rasulullah saw. Ternyata, jika kita memahami bagaimana hidup sehat secara islam, tidak ada lagi buah simalakama Alhamdulillah… Source : Buletin BRC Bandung (Bekam Ruqyah Center Bandung)

Anonim mengatakan...

08179296234

Syabab Mu'allim Thibbun Nabawiy

VAKSIN MENYEHATKAN, BENARKAH?
Sep 2, '08 12:00 AM
for everyone
Oleh: Dr. Rini Syafri M.Si
(DPP Hizbut Tahrir Indonesia)


Pendahuluan

Sesungguhnya Allah swt menciptakan segala sesuatu dengan ukurannya, sebagaimana firman-Nya dalam QS 89:2-3, yang artinya ”Yang Menciptakan, dan menyempurnakan (penciptaan- Nya), Dan yang menentukan ukuran (masing-masing) dan memberi petunjuk,”. Lebih jauh lagi, sifat uluhiyah yang melekat pada Allah swt, tidak saja membuat ketepatan ukuran-ukuran penciptaan tersebut mencengangkan, namun juga membuat satu sama lain ciptaan Allah swt berada dalam keharmonisan yang menakjubkan. Demikianlah, firman-Nya
dalam QS 55:5, yang artinya “Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan”. Demikian pula keadaan sistem imunitas tubuh kita, yang penting perannya menjaga tubuh dari berbagai kuman dan sumber penyakit.

Bersamaan dengan itu, agar sistem imunitas tubuh berfungsi dengan baik, Allah telah menciptakan pula seperangkat aturan, sistem kehidupan dalam bingkai khilafah, yang tentu saja sudah didesain sedemikian rupa sehingga keharmonisan segala sesuatu terjaga, termasuk sistem imunitas tubuh kita, sehingga kesehatan tubuh terpelihara, sebagaimana firman-Nya dalam QS 7:96, yang artinya “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, Pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah (sehat) dari langit dan bumi,...”.

Sebaliknya, ketika tatanan sekuler mengisi ruang kehidupan, keharmonisan itu hancur berantakan, fungsi imunitaspun melemah bahkan hilang. Hal ini karena kehidupan sekuler berdiri di atas tiga prinsip yang menghancurkan fungsi imunitas itu sendiri, yaitu kebebasan beraqidah yang mengakibatkan ketaqwaan terkikis dan melemahkan daya kelola emosi; kebebasan berperilaku yang antar lain menjadi sarana penularan berbagai penyakit menular, mengakibatkan perilaku makan yang tidak sehat, aktivitas yang menyalahi jam biologi tubuh, dan kebebasan memiliki yang antara lain mengakibatkan kemiskinan, lingkungan rusak serta tercemar.

Terinspirasi dari pembentukan imunitas spesifik secara alami dan berdasarkan asas manfaat sesaat, akhirnya penganut epistemologi sekuler menjatuhkan pilihan pada vaksinasi untuk
meningkatkan imunitas. Bahkan sekarang menjadi pilihan yang mendapat prioritas dan diwajibkan, seperti vaksinasi BCG, hepatitis B, polio, DTP pada bayi (usia dibawah satutahun),2 dan program vaksinasi polio, meningitis, demam kuning bagi calon jamaah haji dan umrah.3 Selain untuk bayi, juga ada program vaksinasi rutin untuk wanita usia subur (15-39 tahun), termasuk ibu hamil dan calon pengantin serta anak usia sekolah dasar. Dan disamping imunisasi wajib, juga ada vaksinasi tambahan untuk bayi dan anak.4

Walaupun demikian, sesungguhnya dari segi epistemologi vaksin, masih merupakan ruang gelap, sebagaimana imunologi yang mendasari ilmu vaksin.5 Yaitu terutama tentang kerja vaksin di tingkat sel dan molekuler, serta efek jangka panjang yang belum terukur. Hal ini membuat sebagian para ahli meragukan kemujaraban dan keamanan vaksin. Howard Urnovitz, Ph.D, misalnya, seorang ahli mikrobiologi dan pendiri yayasan penelitian untuk penyakit menahun di Berkeley , California . Ia menyatakan bahwa poemerintah federal tetap berkata bahwa “tidak ada bukti ilmiah yang membuktikan bahwa vaksin menyebabkan penyakit menahun, tetapi mereka juga tidak mau mendanai penelitian di area tersebut. Jika Anda tidak mau mencari, Anda tidak akan menemukan...”.
Sementara itu, terdapat bukti-bukti yang kuat vaksinasi telah menimbulkan efek buruk yang sesungguhnya adalah kejahatan kemanusiaan yang tidak dapat dimaafkan. Hal ini kemudian mendorong berdirinya VAERS (The Vaccine Adverse Events Reporting System), dan kemudian tidak sedikit efek buruk vaksin yang kemudian sampai di meja VAERS (ini yang terdata saja). Di AS, berabagai reaksi buruk vaksinasi seperti DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus), Hib (Haemophilus influenzae b), MMR (Measles, Mumps, Rubella), OPV (Oral Polio Vaksin), yang tercatat saja oleh VAERS (The Vaccine Adverse Events Reporting System), sejak tahun 1999 hingga akhir 2002 ada sebanyak 244, 424 kasus, dengan 2,866 kasus kematian.7
Demikian seriusnya akibat buruk program vaksinasi, sampai-sampai Kongres AS memberlakukan Undang-Undang Kompensasi Cedera Vaksin Anak-Anak Nasional pada tahun 1986 dan mewajibkan pencacatan kejadian buruk. Undang-undang ini secara resmi mengakui bahwa vaksin bisa mencederai dan mengakibatkan kematian.6

Akan tetapi, semua itu kemudian tenggelam oleh persepsi-persepsi yang sarat dengan kepentingan bisnis dan politik Barat bertopeng sain. Tambahan lagi, kebiasaan berfikir pragmatis, akhirnya membuat banyak orang menerima vaksinasi sebagai upaya preventif yang penting, tentu saja dengan alasan-alasan yang sekilas terlihat benar, seperti program vaksinasi adalah cara murah dan mudah meningkatkan imunitas individu dan masyarakat, vaksinasi diperlukan karena angka kejadian infeksi yang tinggi.


Namun tentu saja ini tidak serta merta menutupi realitas buruk vaksinasi. Bahkan seiring dengan menguatnya kesadaran masyarakat akan bahaya vaksin, terdapat pula tuntutan yang semakin kuat untuk menjawab pertanyaan benarkah vaksinasi cara yang bijak untuk meningkatkan imunitas, dan apakah ada cara lain agar semua sehat tampa vaksin.

Oleh karena itu, penting dibahas hal-hal berikut, yaitu memberikan jawaban mengapa vaksinasi menjadi pilihan Barat untuk meningkatkan imunitas (bagian pertama). Pada bagian ke dua dibahas epistemologi vaksin, bagian terakhir memberikan jawaban cara bijak meningkatkan imunitas individu dan masyrakat. Adapun kritikan terhadap data-data kesuksesan program vaksinasi atas nama WHO akan dibahas pada dua tulisan tersendiri.

source: postingan Aris Solikhah di milis jurnalisme@yahoogro ups.com

Anonim mengatakan...

VAKSINASI:BUKTI KEGAGALAN SISTEM SEKULER (part 1)
Sep 2, '08 12:35 AM
for everyone
Sistem Pertahanan Tertangguh

Siapapun yang mencermati sistem imun dan cara kerjanya, pasti ia akan mangatakan bahwa sistem pertahanan ciptaan Allah swt ini merupakan sistem pertahanan yang paling tangguh, mengatasi ketangguhan sistem pertahanan negara manapun di dunia. Ia bekerja dengan mekanisme yang menakjubkan, untuk bisa menginfeksi saja sang patogen harus melewati tempat masuk (port d’entre) tertentu, dibantu oleh reseptor tertentu pula, dan harus memiliki tingkat infeksius tertentu.

Bila telah terjadi infeksi, sang patogen akan segera direspon oleh sistem pertahanan tubuh non spesifik sebagai garis pertama sistem pertahanan tubuh, yaitu berupa kulit, selaput lendir, silia, batuk dan bersin, faktor larut yang terdiri dari faktor biokimia seperti lisozim (keringat), sekresi sebaseus, asam lambung, laktoferin dan asam neuraminik, faktor humoral sepeti komplemen, interferon dan CRP.9

Sebagai wujud satu-kesatuan seluruh kerja sistem tubuh, disaat sistem pertahanan tubuh non spesifik bekerja, sistem pertahanan spesifik sudah diberi aba-aba bila mana diperlukan bantuannya. Selanjutnya, faktor humoral, sel B dan faktor selular seperti Th (Th1, Th2, Ts, Tdth dan Tc) akan terstimulasi untuk menghasilkan anti bodi, yaitu sejenis protein yang bekerja menaklukkan secara spesifik patogen tertentu. Dan anti bodi yang terbentuk ini, selanjutnya dipertahankan tubuh untuk menaklukkan infeksi serupa pada masa mendatang.8,9


Fakta lain yang menunjukkan ketangguhan kerja sistem imun, sebagaimana dibuktikan para ahli, adalah bahwa frekuensi infeksi tampa gejala paling sedikit seratus kali lebih besar dari pada infeksi yang diikuti dengan penyakit klinis.


Kejadian Infeksi Tetap Tinggi

Namun, keyataan saat ini, sering terlihat tubuh manusia sangat ringkih, mudah terinfeksi dan diserang berbagai penyakit. Hal ini terlihat dari tingginya angka kejadian infeksi. Yaitu ada sekitar 9,2 juta penderita TBC (Tuberkulosis) dengan tambahan penderita 600.000 orang setiap tahun.10 Sementara itu penderita HIV/AIDS (Human Imunodefisiensi Virus/Aquired Imunodefisiensi Syndrome) bertambah sangat pesat, sekitar 12 juta hingga 19 juta orang rawan terinfeksi kuman yang menyerang sistem kekebalan tubuh ini, sekitar 130.000 penderita HIV adalah bayi dan yang berusia produktif.11,12 Sedikitnya 11 juta orang di Indonesia mengidap sakit kronik hepatitis B dan sekitar 7 juta lainya menderita kronik hepatitis C (Media Indonesia, 2 Oktober,2007). Dan WHO mencatat, tiga persen penduduk dunia atau 170 juta orang di dunia terinfeksi virus ini(Kompas, 11/7/06).

Sementara itu, berdasarkan laporan WHO tahun 2005, ada 433,326 penderita malaria, dengan angka sesungguhnya sekitar 2,52 juta jiwa. Penurunan jumlah penderita malaria pada tahun 2007, menjadi 1,75 juta jiwa tidaklah membuat kita bernafas lega, karena jumlah itu masih sangat tinggi. (World Malaria Report, 2007), diberitakan Koran Tempo, 24 April 2008. Kejadian Luar Biasa (KLB) yang berulang pada penyakit demam berdarah, diare, muntaber. Pada satu KLB diare di Jakarta saja, bulan Februari 2007, tercatat 780 penderita, dengan sebagian besar korban balita, dan jumlah korban yang meninggal hingga 10 orang. (Kompas, 15/2/07). Adapun di seluruh Indonesia, sejak awal tahun 2007 hingga 22 Januari saja, jumlah penderita demam berdarah dengue sekitar 1.500 kasus, 10 penderita di antaranya meninggal dunia. Pada tahun 2006 jumlah penderita DBD secara nasional selama Januari 2.535 kasus(Kompas, 24/1/07).

Penyakit menular lain yang juga menghantui masyarakat adalah kusta. Menurut Kepala Bagian Perencanaan Rekam Medik Rumah Sakit Kusta, Tangerang, tercatat 279 penderita pada tahun 2006 dan meningkat menjadi 296 orang pada tahun 2007(Koran Tempo, 26 Juni 2008). Demikian pula penyakit yang jarang terjadi kembali menyerang dan menjangkiti banyak anggota masyarakat, seperti polio, filiriasis, lepra, chikungunya, meningitis, cacar. Selain HIV/AIDS, kuman “baru” yang juga terus menjangkiti adalah virus H5N1 dan EV-71. Kompas, 12 Januari 2008, memberitakan, di Bekasi saja, pada tahun 2008 tercatat 352 penderita lepra. Koran Tempo, 14 April 2008 memberitakan, dari 132 kasus penderita flu burung, 107 orang diantaranya meninggal.



Apa yang
membuat sang “penakluk” menjadi tak berdaya?

Pertama, daya kelola stres yang buruk. Terbukti stres yang tidak terkelola dengan baik, mengakibatkan pusat emosi di hipotalamus mengekskresikan berbagai neurohormonal. Melalui mediator kimia ini, stressor selanjutnya melemahkan sistem kekebalan tubuh dengan cara antara lain: menghambat proliferasi limfosit;13 menurunkan subset sel T, terutama CD 4;14 penurunan IL-2 (interleukin-2), sehingga sel T kehilangan daya sensitifitasnya mengenali imunugen.15

Sementara itu penyebab melemah dan hilangnya daya kelola stres dapat dilihat dari dua hal, pertama melemahnya daya kelola emosi positif dan kedua karena stresor yang menerpa diluar kapasitas kemanusiaan.

Kondisi pertama jelas sangat erat kaitannya dengan melemahnya kesadaran hubungan manusia dengan Allah swt, yang populer dengan sebutan krisis spiritual. Bila ditelaah lebih mendalam ini adalah wujud dari krisis aqidah islam, yaitu ketika aqidah Islam hampir tidak digunakan sebagai landasan dalam berfikir dan berperasaan. Seperti saat berbuat bukan karena Allah, jika berhasil dada dipenuhi kesombongan, dan jika gagal mudah terjerumus pada keputus asaan. Kedua emosi ini selain mengundang dosa, jelas tidak sehat, dan merupakan penyakit hati yang menggerus daya kelola emosi positif.

Bagaimanapun, hilangnya daya kelola emosi positif ini sangat erat hubungannya dengan kebebasan beragama yang menjadi salah satu pilar penting sistem kehidupan sekuler. Dan diakui banyak pihak, bahwa sistem kehidupan sekuler yang mensterilkan setiap sudut kehidupan dari aturan Allah swt adalah yang bertanggung terhadap krisis spiritual (baca krisis aqidah) yang saat ini menimpa ratusan juta umat manusia.16

Adapun kondisi kedua, faktanya mudah kita lihat dan rasakan. Negeri ini tenggelam dalam krisis ekonomi berkepanjangan, sehingga sedikitnya 109 juta penduduk Indonesia hidup dalam miskin, demikian menurut Bank Dunia. Pengangguran terus meningkat, dan pada Februari 2006, tercatat 11,9 juta, demikian menurut data Biro Pusat Statistik(BPS).17,18 Sementara itu harga berbagai kebutuhan pokok terus melangit, krisis moral dan berbagai bentuk kriminalitas terus menghantui masyarakat, sementara itu wanita harus berperan ganda. Akumulasi semua stressor psiko-sosial ini telah membebani masyarakat diluar kapasitas kemanusiaannya. Suatu penelitianterhadap sekelompok individu yang beraktvitas dalam kondisi semacam ini menunjukkan terjadi penurunan imunitas dan peningkatan insiden infeksi.19


Siapa saja yang berfikir mendalam akan melihat semua stressor psikososial tersebut berpangkal dari perilaku yang menyalahi syariat, kebebasan memiliki yang memberi ruang gerak bagi para kapitalis yang rakus.20,21 Dan hal ini pasti terjadi dalam sistem sekuler karena baik secara konsep maupun faktanya, kebebasan memiliki dan bertingkah pilar sistem sekuler.



Kedua, konsumsi zat gizi kurang dari kebutuhan. Terbukti baik pada penelitian epidemiologi maupun klinis, malnutrisi ternyata mengakibatkan kerusakan komponen sistem imunitas, yaitu barier pelindung kulit, dan membran mukosa, serta menurunkan jumlah dan kemampuan fagositas leukosit. Sementara itu, berbagai penelitian terhadap hewan maupun manusia menunjukkan bahwa defisiensi zat gizi yang berat pada hampir semua jenis zat gizi mengakibat pembentukan antibodi terhambat.22,23

Adapun akibat kekurangan energi-protein (KEP) pada anak , terjadi gangguan sel-sel epitel di
nasofaring dan sekresi mukus, sehingga memudahkan klonisasi bakteri dan terjadinya infeksi oportunistik. Selain itu, juga terjadi penurunan jumlah sel-sel neutropil sehingga melemahkan
sensitifitas sistem kekebalan tubuh terhadap kehadiran antigen. Gangguan pada sel-sel mukosa juga menurunkan sekresi antibodi IgA. Sedangkan akibat atrofi kelenjar timus, yaitu organ yang berperan penting dalam proses diferensiasi dan proliferasi sel-sel T, terjadi penurunan rasio CD4/CD8 dalam darah.23,24

Sesungguhnya, penderita KEP seringkali juga mengalami defisiensi berbagai zat gizi mikro yang berdampak buruk terhadap sistem pertahanan tubuh. Misalnya defisiensi vitamin A yang mengakibatkan kegagalan fungsi imunitas humoral dan seluler serta penurunan
aktivitas komplemen di dalam serum serta lysozim di dalam leukosit. Selain itu juga terjadi penurunan jumlah sel T pada sistem sirkulasi, dan terjadinya metaplasia lapisan keratin. Dan perubahan sel-sel epitel pada penderita defisiensi vitamin A juga meningkatkan perlekatan dan kolonisasi bakteri serta invansi mikroba-mikroba patogen.23,25

Adapun defisiensi vitamin E akan menurunkan fungsi limfosit dan leukosit, menghambat aktivitas komplemen dan dan merusak keutuhan epitel. Sedangkan defisiensi seng mengganggu pembentukan imunoglobulin, fungsi dan struktur timus, fungsi imunitas seluler, respon limfosit T, fungsi sel-sel fagosit, produksi sitokin dan fungsi limfokin. Kekurangan berbagai mineral mikro juga mengganggu fungsi enzim-enzim yang berhubungan erat dan fungsi sistem imunitas tubuh.23,25

Saat ini ada sekitar 13 juta orang Indonesia yang setiap hari didera kelaparan(World Food and Program, 2008).26 Berdasarkan data Departemen Kesehatan (2004), tahun 2003 terdapat 3,5 juta anak penderita gizi kurang, 1,5 juta gizi buruk,27 dan 150.000 diantaranya marasmus-kwashiorkor.28,29

Kemiskinan sehingga mengakibatkan daya beli rendah, kelangkaan /keterbatasan ketersediaan pangan adalah diantara faktor penting yang mengakibatkan rendahnya konsumsi zat gizi. Bila ditelaah secara mendalam dapat dipastikan semuanya bermuara dari kebebasan memiliki, yang diwujudkan dalam bentuk sistem ekonomi kapitalis. Karena sesungguhnya negeri ini sangat kaya, tetapi kapitalisme menghisap kekayaan alam negeri ini melalui lembaga-lembaganya seperti IMF, WB dan WTO.20,21

Ketiga, seks bebas. Fakta menunjukan sejak awal, HIV/AIDS (Human Imunodefisiensi Virus/ Aquired Imunodefisiensi Syndrom) mewabah karena revolusi seks bebas,30,31 akhir-akhir ini semakin diperparah oleh tingginya angka penyalahgunaan narkoba.32 Selain penyakit yang melumpuhkan sistem kekebalan tubuh ini, masih banyak penyakit menular seksual lainnya, yang merebak karena kebebasan seks, seperti infekasi gonokokal, herpes simplek, sifilis dan kondiloma akumita.33

Adapun HPV yang kemudian mendapat perhatian serius, karena jumlah wanita yang terinfeksi
human papilloma virus (HPV) terus bertambah dengan pesat, bahkan menjadi pembunuh nomor satu para wanita,34 juga tak lepas dari perilaku kehewanan tersebut. Bahkan diduga kuat penyakit yang satu ini merebak sejalan dengan merebaknya bebagai bentuk infeksi menular seksual lainnya. Penderita tertular baik karena berperilaku seks bebas atau karena efek spiral.35

Namun pada prinsipnya, semua ini terjadi karena seks bebas dipelihara, bahkan agar orang
tetap bisa berseks dan menuju “syurga” dengan narkoba, UNAIDS memberikan solusi dengan kondomisasi dan subsitusi metadon.36,37 Sesungguhnya efek buruknya sudah jelas, yaitu semakin mewabahnya penyakit tersebut, perilaku seks bebas semakin merajalela,38 namun mengapa dipelihara meskipun sudah jelas akibat buruknya? Jawabannya jelas, karena seks bebas adalah perilaku yang menyatu dengan sistem kehidupan sekuler. Bahkan, sebagaimana telah disebutkan di atas, ia merupakan pilar sistem ini.



Keempat, sanitasi yang buruk. Sanitasi yang buruk berpotensi bagi berkembangnya bibit penyakit, seperti kuman TBC, diare, dll. Sementara itu, kemiskinan mengakibatkan hampir separoh penduduk Indonesia , tidak mampu mengakses air bersih dan sanitasi yang layak (UNDP, 2006). Menurut catatan Depkes tahun 2002, hanya 64,89% masyarakat yang memiliki rumah sehat dan hanya 78,45% masyarakat yang memiliki tempat-tempat umum sehat.39

Selain faktor kemiskinan, sanitasi yang buruk juga terkait erat dengan pencemaran air, kerusakan ekosistem oleh berbagai limbah industri, dan pemanfaatan hutan serta lahan yang tidak memperhitungkan fungsinya sebagai daerah serapan air dan pencegah tanah longsor. Akhirnya berkali-kali terjadi banjir dan tanah lonsor dan pada kondisi yang lain terjadi kekeringan yang bersangatan.40 Perlu dicatat, laju kerusakan hutan mencapai 1,6-2 juta hektar pertahun.
Pada hal hutan berperan penting menjaga kelestarian air. Hutan Indonesia 50 tahun terakhir diperkirakan terus menyusut, dari 162 juta hektar menjadi 96,5 juta ha atau 72%nya telah hilang. Dan dengan sendirinya pasti mengurangi ketersediaan air bersih.(htt://www.rri-online.com/modules.php?name=artkels&sid=20661.).

Selain itu, undang-undang sumber daya air yang baru yang membolehkan air sebagi objek bisnis (dikuasai oleh perusahaan) membuat harga air semakin mahal dan semakin menyulitkan masyarakat untuk memperoleh air bersih. (walhi.or.id/kampanye/air/privatisasi/050531_hlh05_air_info/).


Kelima, polutan dan zat aditif. Polutan seperti air raksa, CCL4, NO2, CO, arsen, timbal, aluminium, vanadium, silikon, kadmium merupakan zat-zat yang asing bagi tubuh (zat xenobiotic) dan akan membahayakan kerja sistem imun. Hal ini karena zat-zat tersebut berpotensi menimbulkan stress oksidatif dan membentuk hapten, yaitu molekul berukuran
kecil yang menghambat pembentukan imunoglobulin.41,42 dan pada akhirnya akan menurunkan daya imunitas tubuh kita.

Begitu dekatnya polutan berbahaya tersebut dengan kehidupan kita, sampai-sampai menimbulkan berbagai masalah kesehatan utama, misalnya Pb (timah hitam), demikian pula berbagai polutan lainnya. Bagaimana tidak, ada banyak perusahaan pertambangan yang membuang tailing yang sangat berbahaya itu ke sungai dan laut. PT Freeport misalnya membuang tailing ke Sungai Ajkwa tidak kurang 260.000 ton/hari. PT Newmount membuang limbah tailing ke laut Sumbawa Barat hingga mencapai 120.000 ton perhari; 60 kali lebih besar dibandingkan dengan yang dibuang Newmount di Pantai Buyat Minahasa Sulawesi Utara.(Http://jakarta. Indymedia.og/newwire.php?story-id=689). Selanjutnya berbagai polutan tersebut mencemari air, bahan pangan yang kita konsumsi. Demikian juga berbagai senyawa beracun yang berasal dari pestisida.



Keenam, akibat kuman penyakit mewabah, adalah faktor yang membuat sistem imun kehilangan daya takluknya, seperti malaria, diare, demam berdarah. Sementara itu, yang membuat mewabahnya kuman tersebut juga akibat ulah manusia, seperti penggunaan antibiotik dan pestisida yang menyalahi aturan yang mengakibatkan berbagai kuman resisten.

Sumberdaya alam yang salah kelola juga mengakibatkan berbagai kuman mewabah, yaitu karena berbagai ekosistem makhluk hidup kehilangan keseimbangan, baik karena predator
punah maupun akibat perubahan iklim yang kestrim.

Selain itu, mewabahnya berbagai kuman tersebut, memiliki indikasi sengaja disebarkan. Epidemiologi penyakit flu burung yang aneh menjadi bukti kuat hal tersebut. Sementara penyebaran terencana juga terlihat dari penanganan penyakit HIV/AIDS yang tidak rasional, sebagaimana halnya penanganan TBC. Kedua penanganan penyakit ini disinyalir kuat membuat HIV/AIDS dan TBC semakin bertambah banyak kasusnya di Indonesia .

Jadi, jelaslah, ada tiga faktor pokok yang membuat sang penakluk tak
berdaya,yaitu kebebasan beragama, kebebasan bertingkah laku dan kebebasan memiliki. Karena tiga unsur ini melekat dalam sistem sekuler, maka tidak ada jalan lain bagi
pengemban sistem ini untuk meningkatkan imunitas kecuali dengan melakukan imunisasi. Berarti imunisasi adalah bagian dari gaya hidup sehatnya pengemban ideologi sekuler yang kemudian dipaksakan pada negeri-negeri kaum muslimin. Jelaslah, sesungguhnya vaksinasi adalah bukti kegagalan sistem kehidupan sekuler memelihara fungsi imun.

Anonim mengatakan...

Syabab Mabda'i, Pejuang Syari'ah & Khilafah

VAKSINASI: BUAH FALSAFAH KEILMUAN SEKULER (GERBANG KEJAHATAN) PART 2
Sep 8, '08 1:26 AM
for everyone
Gerbang Kejahatan

Manfaat sesaat, bebas dari syariat Islam adalah falsafah yang melekat pada keilmuan Barat-sekuler, tidak terkecuali keilmuan vaksinasi, yang digunakan Barat sebagai upaya pencegahan penyakit. Oleh karena itu dibenarkan menggunakan unsur-unsur berbahaya dan haram dalam pembuatan vaksin. Sementara itu, dalam pandangan Islam, untuk pengobatan saja penggunaan bahan yang haram hanya dibenarkan bila dpastikan tampa pengobatan yang haram itu diduga kuat penyakit akan mengantarkan pada kematian. Nah, apa lagi untuk tujuan pencegahan, yang belum tentu penyakit itu terjadi, dan masih banyak faktor lain yang sebenarnya bisa dikendalikan, yaitu mengkonsumsi makanan yang halal dan baik, emosi yang sehat, kebersihan individu dan lingkungan, lingkungan, tempat tinggal yang sehat dan perilaku yang sehat. Sedangkan untuk tujuan pencegahan penyakit, Islam hanya membolehkan masuk ke dalam tubuh yang halal dan baik saja.

Lebih jauh lagi, karena harus menemukan formulasi “aman”, maka falsafah keilmuan Barat membenarkan uji coba unsur-unsur berbahaya tersebut tersebut pada manusia. Hal ini jelas membuka gerbang bagi kejahatan
kemanusiaan. Sedangkan dalam Islam, menjadikan manusia sebagai kelinci percobaan, jelas tidak dibenarkan, apapun alasannya dan walau hanya satu orang individu yang dikorbankan untuk itu. Karena membunuh manusia satu individu manusia sama saja membunuh seluruh manusia. Hal inilah yang membuat vaksin tidak akan pernah digunakan untuk meningkatkan imunitas individu dan masyarakat dalam falsafah keilmuan Islam.


Adapun bahan-bahan berbahaya yang terkandung dalam produk vaksin antara lain adalah mikroorganisme (bakteri atau virus) yang dilemahkan atau yang dimatikan,6 logam berat seperti thimerosal pada vaksin meningitis, dan alumunium hidroksida, pada vaksin HPV (Human Papilloma Virus). Logam berat ini berfungsi sebagai adjuvan, yaitu zat yang digunakan untuk meningkatkan respon imun, sehingga dibutuhkan
sedikit vaksin untuk menghasilkan stimulator spesifik dan respon imun. Bahan yang haram yaitu media biakan yang berasal dari janin yang digugurkan, jaringan babi, darah sapi.

Tidak hanya dari segi bahan, potensi bahaya juga terdapat saat pemberian
vaksin(vaksinasi). Hal ini karena berbagai bahan berbahaya itu masuk ke dalam tubuh dengan cara yang dipaksakan (tidak alami), masuk ke dalam tubuh melintasi banyak mekanisme yang seharusnya ia lalui. Dan bersamaan dengan cara masuk yang tidak lazim itu ikut pula berbagai benda yang sesungguhnya berbahaya bagi tubuh masuk dengan cara dipaksakan yang dipaksakan pula.

Para ahli menyadari bahaya ini, baik bahaya yang berasal dari bahan maupun cara pemberiannya. Karena itu, dirumuskanlah metode untuk memperoleh vaksin yang benar-benar “aman” , dengan kriteria-kriteria yang ketat. Yaitu didasarkan pada pertimbangan berbagai aspek, seperti
epidemiologi, patogenesis, dan sifat imunobiologi dari suatu infeksi. Sehingga akhirnya ditemukan formulasi yang memiliki keseimbangan antara imunogenesitas (daya membentuk kekebalan) dengan reaktogenesitas, yang dinamakan juga kejadian ikutan pasca imunisasi.

Selain itu juga juga disyaratkan pemberian vaksin harus mencapai imunogenesitas yang tinggi, yaitu vaksin harus berisi anti gen yang efektif untuk merangsang respon imun resipien, sehingga tercapai nilai antibodi di atas ambang pencegahan dalam waktu yang cukup panjang. Sebaliknya sifat reaktogenesitasnya harus rendah agar tidak menimbulkan efek yang berat, reaksi yang jauh lebih ringan dibandingkan dengan gejala klinis penyakit secara alami.

Hal ini mengharuskan vaksin yang beredar harus benar-benar teruji baik secara non klinis ataupun klinis. Adapun uji klinis ada tiga tahapan, pertama melibatkan pasien sehat sebanyak 20-80 orang untuk memperoleh informasi keamanan dan efikasi vaksin. Tahap ke dua melibatkan sampel 100-200 orang untuk melihat efektivitas dan pengajuan vaksin untuk dipakai di lapang. terakhir dilakukan pada ratusan hingga ribuan orang untuk mendapatkan keamanan dan keefektifan dengan jumlah
dosis yang tepat dari variasi kelompok yang berbeda. Penelitian ini membutuhkan waktu lama (2-10 tahun).43,44


Penting dicatat, bagaimanapun tingginya tingkat keamanan yang tercapai pada uji non klinis, tidak ada yang bisa menjamin manusia akan terbebas dari resiko berbahaya uji coba vaksin. Namun perspektif filsafal keilmuan Barat abai terhadap hal ini, sekalipun akibatnya manusia itu menjadi cacat seumur hidup dan kehilangan nyawa.

Pada era perang dunia ke dua, Nazi menjadikan tahanan di kamp konsentrasi di Aushwich, Polandia sebagai kelinci percobaan untuk menemukan formula vaksin yang berkhasiat. Yaitu dengan memaparkan para tahanan dengan kuman Rickettsia prowazekii, Rickettsia mooseri, virus hepatitis A, dan Plasmodia spp. Demikian dijelaskan Ken Alibek, yang pernah menjabat sebagai wakil ketua pengembangan senjata biologis
Uni Soviet tahun 1988-1991 dalam bukunya berjudul Biohazard.Bagaimana dengan vaksin-vaksin lain, siapakah yang telah dan akan dijadikan “kamp konsentrasi Nazi” berikutnya?

Yang jelas, tentu saja tidak seorang yang berakal waras bersedia
dijadikan kelinci percobaan yang taruhannya kesehatan dan nyawa. Oleh karena itu berbagai perusahaan vaksin telah melakukan pembohongan publik, secara diam-diam menjadikan dunia sebagai “kamp konsentrasi Nazi” berikutnya. Kasus vaksin rotavirus adalah salah satu diantaranya. Vaksin ini dilempar ke pasar pada tahun 1998, kemudian ditarik kembali dari peredaran pada tahun 1999, setelah vaksin itu menyebabkan hampir seratus reaksi buruk yang serius dan sedikitnya satu kematian. Di AS, kejadian efek buruk vaksin yang tinggi mendorong berdirinya VAERS dan keluarnya undang-undang bahwa vaksin berbahaya. Di AS, Prancis, Canada, Inggris, Belanda, reaksi penolakan masyarakat telah membatalkan beberapa program vaksinasi.

Namun ada yang lebih menakutkan lagi, WHO mengizinkan uji coba vaksin langsung kepada manusia dengan alasan tidak ada hewan model yang cocok. Contohnya vaksin meningitis, yang diproduksi Glaxo.



Batasan Yang Tidak Jelas

Pada bulan Oktober 1999, Neals Halsey, M. D., direktur Institut untuk keamanan vaksin, Universitas Johns Hopkins, menyatakan, “Keamanan vaksin harus dilandaskan pada ilmu pengetahuan yang baik, bukan hipotesa,...”. Namun dalam kenyataannya, merealisasikan
berbagai prosedur ketat yang telah dirumuskan untuk menemukan formula vaksin yang efektif dan aman telah membuka gerbang kejahatan kemanusiaa. Belum lagi pengaruh dominasi kepentingan ideologis, uang dan politik, sebagaimana dinyatakan oleh Ronal Kennedy, professor mikrobiologi dan imunologi di Universitas Oklahoma.

Kesulitan tersebut membuat garis pemisah antara bahaya vaksin dan “keamanannya” menjadi tidak jelas. Bahkan tidak akan pernah jelas. Hal ini sekaligus menjadi pertanyaan, atas dasar apa dikatakan bahwa kejadiaan KIPI hanyalah selama tiga bulan pasca vaksinasi. Apakah jaminannya bahwa tidak akan terjadi KIPI (Kejadian Pasca Imunisasi) melebihi masa itu, bahkan lima atau sepuluh tahun yang akan datang.

Lebih jauh lagi, batasan yang tidak jelas keamanan vaksin semakin nyata, karena masih banyak yang belum diketahui dari sistem kerja sistem imun manusia yang mendasari lahirnya vaksinasi. Dijelaskan, sistem imun
manusia, yang merupakan sistem seluler yang kompleks dan disertai oleh berbagai reaksi kimia yang kompleks pula. Karena itu masih banyak yang belum dipahami para ahli imunologi tentang sistem imun manusia.
Hal ini terjadi baik karena keterbatasan tekhnik, interpretasi data hasil
penelitian maupun berbagai reaksi yang terlibat di dalamnya. Selain itu juga masalah objek percobaan in vivo , yang tentu saja tidak mungkin
diekstrapolasikan hasil percobaan tentang sistem imun hewan kepada sistem imun manusia, yang memiliki perbedaan dalam berbagai hal.5 Inilah faktor berikutnya yang membuka jalan kejahatan kemanusiaan pada vaksinasi.

Anonim mengatakan...

Penjelasan yang panjang lebar di atas Insyallah mampu menambah keyakinan kita kepada Allah SWT. Yang maha sempurna.

Yang perlu kita pahami : generasi yang terkena vaksinasi adalah generasi yang hilang, generasi yang maju di medan perang untuk membersihkan dunia dari kezoliman, generasi yang terkena vaksinasi adalah generasi yang terkorbankan, dan di korbankan untuk menjadi para syuhada dan calon-calon penghuni surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya.

Generasi tanpa imunisasi adalah calon -calon pemimpin masa depan, Daulah Khilafah Islamiah.. segera akan tampil menyelamatkan dunia.

Kini masanya tampil ibu-ibu berkwalitas untuk menyelamatkan generasi yang terkena vaksinasi dengan kedokteran Rasulullah Athibunabawi dan obatan herbal.Mempersiapkan mereka untuk menjadi tentara-tentara tangguh, merelakan mereka untuk berjihad di medan perang.

Kini masanya tampil ibu-ibu berkwalitas yang sadar akan pemeliharaan makanan yang halalan toyiban, makanan yang Back to nature sejak sekarang untuk anak-anaknya, sehingga ketika menikah nanti telah tetap terjaga kesehatannya, sehingga mampu memiliki anak-anak yang sehat, cerdas, kuat dan beriman. Persiapkan calon pemimpin masa datang dari sekarang.

Saran : kepada sdr2 sekalian untuk mengetahui lebih dalam tentang Imunisasi. Baca Buku Imunisasi, Dampak, Konspirasi dan solusi sehat Alla Rasulullah SAW. Tlp 021-92678315 atau 021-7412151

Pondok Sehat AN-NABAWIYAH mengatakan...

Penjelasan yang panjang lebar di atas Insyallah mampu menambah keyakinan kita kepada Allah SWT. Yang maha sempurna.

Yang perlu kita pahami : generasi yang terkena vaksinasi adalah generasi yang hilang, generasi yang maju di medan perang untuk membersihkan dunia dari kezoliman, generasi yang terkena vaksinasi adalah generasi yang terkorbankan, dan di korbankan untuk menjadi para syuhada dan calon-calon penghuni surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya.

Generasi tanpa imunisasi adalah calon -calon pemimpin masa depan, Daulah Khilafah Islamiah.. segera akan tampil menyelamatkan dunia.

Kini masanya tampil ibu-ibu berkwalitas untuk menyelamatkan generasi yang terkena vaksinasi dengan kedokteran Rasulullah Athibunabawi dan obatan herbal.Mempersiapkan mereka untuk menjadi tentara-tentara tangguh, merelakan mereka untuk berjihad di medan perang.

Kini masanya tampil ibu-ibu berkwalitas yang sadar akan pemeliharaan makanan yang halalan toyiban, makanan yang Back to nature sejak sekarang untuk anak-anaknya, sehingga ketika menikah nanti telah tetap terjaga kesehatannya, sehingga mampu memiliki anak-anak yang sehat, cerdas, kuat dan beriman. Persiapkan calon pemimpin masa datang dari sekarang.

Saran : kepada sdr2 sekalian untuk mengetahui lebih dalam tentang Imunisasi. Baca Buku Imunisasi, Dampak, Konspirasi dan solusi sehat Alla Rasulullah SAW. Tlp 021-92678315 atau 021-7412151

2009 Mei 5 22:43

Anonim mengatakan...

Of which Unlock iPhone Way is Best for your needs Unlock iPhone Still there are lots of cellular phones while in the community that can be simply because desired and effectively called Apple iPhone.Typically the problem is in anticipation of having ones own agreement with the standard repair shops involving apple iphones, that you will be kind of bound if you have to employ some sort of iphone 3gs and also it is strictly what are the online community take note of.The fact is that you can actually Unlock i-phones no matter who the travelling bag is normally.The first Unlock iPhone pick you may have could be the How to process also, the take action your self way.
[url=http://ellymoma254.posterous.com]how to unlock iphone 4 4.2.1[/url]
[url=http://quighirtingte585.posterous.com]unlock iphone 4 4.2.1 baseband[/url]
[url=http://stagadcasu205.posterous.com/unlock-the-iphone-4]how to factory unlock iphone 3gs[/url]